BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Memasuki abad 21 ditandai oleh
perubahan yang mendasar dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan dalam
bidang politik, ekonomi, social budaya dan bidang hukum. Sejalan dengan
perubahan disegala bidang itu bangsa Indonesia dihadapkan pada
permasalahan multi dimensi yang menyentuh berbagai tatanan kehidupan mendasar
manusia. Bukan hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, namun juga aspek sosial,
budaya dan ahlak. Berbagai masalah muncul dalam kehidupan masyarakat kita,
seperti miskin pengabdian, kurang disiplin, kurang empati terhadap masalah
sosial, kurang efektif berkomunikasi serta kurang disiplin. Hal itu menunjukkan
adanya permasalahan pribadi dan sosial di kalangan masyarakat.
Pada kalangan siswa disekolah seperti
juga masyarakat pada umumnya gejala masalah pribadi dan sosial ini juga tampak
dalam perilaku keseharian. Sikap-sikap individualistis, egoistis, acuh tak
acuh, malas berfikir, kurangnya rasa tanggung jawab, malas berkomunikasi dan
berinteraksi atau rendahnya empati merupakan fenomena yang sekarang muncul
dalam kehidupan anak-anak di sekolah.
Pendidikan merupakan sarana untuk
mengatasi masalah sosial tersebut sebab pendidikan memiliki fungsi dan peran
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sehingga dengan pendidikan
diharapkan krisis dalam berbagai aspek sosial tersebut dapat diatasi. Dengan
pendidikan akan melahirkan manusia yang berkualitas yang akan menjadi kekuatan
utama dalam mengatasi dan memecahkan masalah sosial-ekonomi yang dihadapi.
Sumber daya manusia yang berkualitas, yang berpegang pada norma dan nilai yang
kuat, kinerja dan disiplin tinggi yang dihasilkan oleh pendidikan yang
berkualitas dapat menjadi kekuatan utama untuk mengatasi masalah-masalah yang
dihadapi. Sebaliknya sumber daya manusia yang tidak berkualitas, lemah dalam
pegangan norma dan nilai, rendah disiplin dan kinerja yang dihasilkan oleh
pendidikan yang kurang berkualitas dapat merupakan pangkal dari permasalahan
yang dihadapi.
Mata
pelajaran IPS berperan dalam mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan
keterampilan sosial agar para siswa menjadi warga masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang baik. Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan
melakukan pengembangan model pembelajaran yang mampu meningkatkan ketrampilan
berfikir dan ketrampilan sosial. Menggunakan
model pembelajaran keterampilan kooperatif diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan berfikir dan keterampilan sosial siswa.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat kita jadikan rumusan masalah:
a.
Apa yang dimaksud dengan berpikir itu?
b.
Apa macam-macam dari kegiatan berpikir itu?
c.
Bagaimana proses dalam kegiatan berpikir itu?
d.
Apa manfaat pengajaran berpikir pada
pendidikan IPS?
1.3 Tujuan Pembuatan
Makalah
Dari rumusan masalah diatas didapat
tujuannya, yaitu:
a.
Agar kita mengetahui apa yang dimaksud dengan berpikir itu.
b.
Agar kita mengetahui apa macam-macam dari kegiatan berpikir itu.
c.
Agar kita mengetahui bagaimana proses dalam kegiatan berpikir itu.
d.
Agar kita mengetahui apa manfaat pengajaran berpikir pada pendidikan IPS.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Berfikir
Definisi
yang paling umum dari berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam
diri seseorang (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52 diakses dalam
andragogi.com). Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses
penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri
seseorang yang berupa pengertian-pengertian.
Berpikir
adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Walaupun tidak bisa
dipisahkan dari aktivitas kerja otak, pikiran manusia lebih dari sekedar kerja
organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan berpikir juga melibatkan seluruh
pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia. Memikirkan
sesuatu berarti mengarahkan diri pada obyek tertentu, menyadari secara aktif
dan menghadirkannya dalam pikiran kemudian mempunyai wawasan tentang obyek
tersebut.
Secara
sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara
kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi
kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan
dalam long term memory. Jadi, berpikir adalah sebuah representasi simbol dari
beberapa peristiwa atau item (Khodijah, 2006:117).
2.2 Macam–Macam Berpikir
Berpikir banyak sekali macamnya.
Banyak para ahli yang mengutarakan pendapat mereka. Berikut ini akan dijelaskan
macam-macam berpikir, yaitu :
a.
Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh
alam sekelilingnya, misal; penalaran tentang panasnya api yang dapat membakar
jika dikenakan kayu pasti kayu tersebut akan terbakar.
b.
Berpikir ilmiah adalah pola
penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat, misal; dua hal
yang bertentangan penuh tidak dapat sebagai sifat hal tertentu pada saat yang
sama dalam satu kesatuan.
c.
Berpikir autistik. Contoh berpikir autistik antara lain adalah mengkhayal, fantasi atau
wishful thinking. Dengan berpikir autistik seseorang melarikan diri dari
kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis.
d.
Berpikir realistik adalah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata,
biasanya disebut dengan nalar (reasoning). Ada tiga macam
berpikir realistik, antara lain :
- Berpikir Deduktif
Deduktif merupakan sifat deduksi. Kata deduksi berasal dari kata Latin
deducere (de berarti ‘dari’, dan kata ducere berarti ‘mengantar’, ‘memimpin’). Dengan demikian, kata deduksi yang diturunkan
dari kata itu berarti ‘mengantar dari satu hal ke hal lain’. Sebagai suatu
istilah dalam penalaran, deduksi merupakan proses berpikir (penalaran) yang
bertolak dari proposisi yang sudah ada, menuju proposisi baru yang berbentuk
kesimpulan (Keraf, 1994:57)
- Berpikir Induktif
Induktif artinya bersifat induksi. Sinduksi adalah proses berpikir
yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan
suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari
penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena
harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke
proses penalaran induktif, proses penalaran itu juga disebut sebagai corak berpikir
ilmiah. Namun, induksi tidak akan banyak manfaatnya jika tidak diikuti oleh
proses berpikir deduksi.
Berpikir induktif ialah menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai
kejadian (data) yang ada disekitarnya. Dasarnya adalah observasi. Proses
berpikirnya adalah sintesis. Tingkatan berpikirnya adalah induktif. Jadi jelas,
pemikiran semacam ini mendekatkan manusia pada ilmu pengetahuan.
Tepat atau tidaknya kesimpulan (cara berpikir) yang diambil secara induktif
ini terutama bergantung pada representatif atau tidaknya sampel yang diambil,
yang mewakili fenomena keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang diambil,
makin representatif dan makin besar taraf validitas dari kesimpulan itu,
demikian juga sebaliknya. Taraf validitas kebenaran kesimpulan itu masih ditentukan
pula oleh obyektivitas dari si pengamat dan homogenitas dari fenomena-fenomena
yang diselidiki (Purwanto, 1998:47-48).
- Berpikir Evaluatif
Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau
tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau
mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu (Rakhmat, 1994). Perlu
diingat bahwa jalannya berpikir pada dasarnya ditentukan oleh berbagai macam
faktor. Suatu masalah yang sama mungkin menimbulkan pemecahan yang berbeda-beda
pula. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya berpikir itu antara lain,
yaitu bagaimana seseorang melihat atau memahami masalah tersebut, situasi yang tengah
dialami seseorang dan situasi luar yang dihadapi, pengalaman-pengalaman orang
tersebut, serta bagaimana intelegensi orang itu.
2.3 Proses Berpikir
Proses atau jalannya berpikir itu
pada pokoknya ada empat langkah, yaitu:
a. Pembentukan Pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya
disebut pengertian logis di bentuk melalui tiga tingkatan, sebagai berikut:
- Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita perhatikan unsur - unsurnya satu demi satu. Kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisa ciri-ciri misalnya, manusia Indonesia, ciri - cirinya: makhluk hidup, berbudi, berkulit sawo matang, berambut hitam, dan untuk manusia Eropa, ciri-cirinya: mahluk hidup, berbudi, berkulit putih, berambut pirang atau putih, bermata biru terbuka.
- Membanding-bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri – ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
- Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki, menangkap cirri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri - ciri yang hakiki itu ialah: Makhluk hidup yang berbudi.
b.
Pembentukan Pendapat
Pembentukan Pendapat, yaitu menggabungkan atau
memisah beberapa pengertian menjadi suatu tanda yang khas dari masalah itu.
Pendapat dibedakan menjadi tiga macam:
- Pendapat Afirmatif (positif), yaitu pendapat yang secara tegas menyatakan sesuatu, misalnya si Ani itu rajin, si Totok itu pandai, dsb.
- Pendapat Negatif, yaitu pendapat yang secara tegas menerangkan tidak adanya sesuatu sifat pada sesuatu hal, misalnya si Ani tidak marah, si Totok tidak bodoh, dsb.
- Pendapat Modalitas (kebarangkalian), yaitu pendapat yang menerangkan kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada suatu hal, misalnya hari ini mungkin hujan, si Ali mungkin tidak datang, dsb.
c.
Pembentukan Keputusan
Pembentukan Keputusan, yaitu menggabung-gabungkan
pendapat tersebut. Keputusan adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk
pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam
keputusan, yaitu:
1.
Keputusan dari
pengalaman-pengalaman, misalnya: kemarin paman duduk dikursi yang panjang,
masjid dikota kami disebelah alun-alun, dsb.
2.
Keputusan dari
tanggapan-tanggapan, misalnya: anjing kami menggigit seorang kusir, sepeda saya
sudah tua, dsb.
3.
Keputusan dari
pengertian-pengertian, misalnya: berdusta adalah tidak baik, bunga itu indah,
dsb.
d. Pembentukan Kesimpulan
Pembentukan Kesimpulan, yaitu menarik keputusan dari
keputusan-keputusan yang lain.
2.4 Manfaat Pengajaran Berfikir Pada Pendidikan IPS
Pembelajaran IPS di era global tidak hanya dituntut bisa memberikan
pengetahuan kepada peserta didik baik dalam teori maupun praktik melainkan juga
memperhatikan aspek berpikir dan juga pengembangan pola nalar dari peserta
didik. Dengan pengembangan pola penalaran dan pemikiran ini maka secara
otomatis kita akan dapat mengembangkan reflex berpikir. Pengembangan pada
reflex ketrampilan berpikir serta penekanan pada reflex nilai sangat penting
dilakukan oleh peserta didik dalam melakukan suatu pembelajaran.
Kemampuan berpikir yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu potensi
yang harus dapat dikembangkan. Karena suatu kemampuan yang dimilikinya atau power
resources memiliki peranan yang sangat vital dalam dunia pendidikan.
Konsepsi pendidikan berpikir tersebut nantinya digunakan dalam
pengadministrasian pendidikan yang lahir sebagai respons yang nantinya dapat
disumbangkan dalam berbagai dimensi. Kualitas berpikir yang tinggi, nantinya
akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan intelegensi seserorang itu
sendiri. Konteks pendidikan berpikir ini akan dapat menggali kemampuan
seseorang untuk menampakkan ide-ide brilian yang dimilikinya untuk nantinya
dapat diaplikasikan ke permukaan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berpikir
adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih
formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik
informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term
memory. Jadi, berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa
peristiwa atau item (Khodijah, 2006:117).
Berpikir banyak sekali macamnya.
Banyak para ahli yang mengutarakan pendapat mereka. Berikut ini akan dijelaskan
macam-macam berpikir, yaitu :
a. Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh
alam sekelilingnya, misal; penalaran tentang panasnya api yang dapat membakar
jika dikenakan kayu pasti kayu tersebut akan terbakar.
b. Berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan
cermat, misal; dua hal yang bertentangan penuh tidak dapat sebagai sifat hal
tertentu pada saat yang sama dalam satu kesatuan.
c. Berpikir autistik. Contoh berpikir autistik antara lain adalah mengkhayal, fantasi atau
wishful thinking. Dengan berpikir autistik seseorang melarikan diri dari
kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis.
d. Berpikir realistik adalah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata,
biasanya disebut dengan nalar (reasoning). Ada tiga macam
berpikir realistik, antara lain :
- Berpikir Deduktif
- Berpikir Induktif
- Berpikir Evaluatif
Proses atau jalannya berpikir itu
pada pokoknya ada empat langkah, yaitu:
a.
Pembentukan Pengertian
b. Pembentukan Pendapat
c. Pembentukan Keputusan
d.
Pembentukan Kesimpulan
Pembelajaran IPS di era global tidak hanya dituntut bisa memberikan
pengetahuan kepada peserta didik baik dalam teori maupun praktik melainkan juga
memperhatikan aspek berpikir dan juga pengembangan pola nalar dari peserta
didik. Dengan pengembangan pola penalaran dan pemikiran ini maka secara
otomatis kita akan dapat mengembangkan reflex berpikir. Pengembangan pada
reflex ketrampilan berpikir serta penekanan pada reflex nilai sangat penting
dilakukan oleh peserta didik dalam melakukan suatu pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Khodijah, Nyayu. 2006.
Psikologi Belajar. Palembang: IAIN Raden Fatah Press.
Purwanto Ngalim. (1998). Psikologi
pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rakhmat, Jalaludin, 1994, Psikologi Komunikasi,
Bandung: Remaja Rosdakarya.